Kamis, 26 Agustus 2010

Sekda Perintah Mien

- Teken Rekomendasi Syarat Cairnya Bansosgate
- LSM Tuntut Kajari Mundur karena Antek Nur

Kota Kembang | Jurnal Depok
Persidangan kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansosgate), Rabu (25/8) kembali digelar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok. Dalam kesaksiannya, Mien yang juga terdaksa kasus Bansosgate itu mengaku telah menandatangani rekomendasi yang menjadi syarat cairnya dana bansos lantaran ada perintah dari Sekretaris Daerah yang saat itu dijabat Winwin Winantika.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, sejumlah LSM di Kota Depok menuntut Kajari Depok Zulkifli Lubis mundur dari jabatannya, karena dinilai menjadi antek Nur Mahmudi Isma’il, yang tidak berani menyeret walikota Depok itu ke pengadilan terkait kasus Bansosgate.

Lebih lanjut, Mien mengatakan bahwa rekomendasi Dinas Kesehatan kepada dua rumahsakit, yakni RS Simpangan dan RS HGA, diberikannya selaku Kepala Dinas Kesehatan atas perintah Sekretaris Daerah (Sekda).

“Alasannya, pengucuran dana Bansos itu perlu dilengkapi dengan rekomendasi Dinas Kesehatan. Makanya, sayapun menandatangani rekomendasi tersebut, termasuk memaraf perubahan SK Walikota,” ungkap Mien ketika dihadapkan sebagai saksi dalam sidang yang berlangsung di PN Depok, Rabu (25/8).

Mien Hartati yang bersaksi bagi Yusuf Efendi, terdakwa Bansosgate, mengaku bahwa perkenalannya denganYusuf Efendi terbilang singkat. Mien juga mengaku, ia mengetahui PT Karya Profesi Mulya (KPM) sebagai penyedia alat kesehatan bagi dua rumahsakit itu, setelah diperiksa di Kejaksaan.

Mien menambahkan, proses penetapan nama rumahsakit, yaitu RS Simpangan dan RS Hasanah Graha Afiah (HGA) sebagai penerima dana bansos juga tak diketahui persis. Karena, mekanisme tersebut dilakukan sejumlah staf di Dinas Kesehatan. “Saya hanya diminta menandatangani saja hasil surveinya. Setelah itu, saya tidak tahu persis,” tukas Mien menjawab pertanyaan Majelis Hakim.

Saat ditanya jaksa penuntut umum terkait munculnya nama dua rumahsakit tersebut, Mien mengaku sejak awal memang sudah mendengar nama dua rumahsakit. Itu diketahui dalam mata anggaran bantuan sosial yang dikucurkan oleh Pemprov Jawa Barat. “Namanya sudah ada di Peraturan Gubenur (Pergub) Nomor 14 tahun 2008,” ucapnya.

Dengan adanya nama itu, sambungnya, sudah pasti ada pula dalam daftar penggunaan anggaran (DPA) Kota Depok. Daftar itu ada di bagian sekretariat daerah (Sekda). Mien juga mengakui, adanya dua SK Walikota dalam dana Bansos ini. SK Walikota pertama dan kedua juga dilihatnya, di antaranya memang terdapat perbedaan materi, namun tidak ada perubahan nama rumahsakit.

Sementara itu, Direktur PT KPM, Yusuf Efendi juga mengaku tidak begitu mengenal Mien Hartati. “Saya dipercaya sebagai pemasok obat di dinas ini. Itu terjadi pada
2007 dan 2008,” ujar Yusuf dalam kesaksiannya seputar keterlibatan dirinya dan terdakwa Mien Hartati, sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara.

Sebelum persidangan dimulai, Majelis Hakim dan dua petugas panitera sempat disibukkan dengan hilangnya palu hakim yang biasanya terletak di meja hijau. Kontan, sidang yang biasanya berlangsung menegangkan itu, tiba-tiba suasanya mencair dengan kejadian tersebut.

Empat jam sebelum persidangan bansosgate dimulai, ratusan warga Depok yang mengatasnamakan koalisi LSM Dobrak Bansosgate menggelar aksi unjuk rasa lanjutan. Kali ini, tak hanya berorasi, melainkan diikuti dengan aksi pelemparan sampah oleh para pendemo yang kekeuh minta pihak Kejaksaan Negeri Depok memeriksa dan mengamankan Walikota Depok Nur Mahmudi Isma’il terkait keterlibatannya dalam perguliran bansosgate.

Kasno, koordinator LSM Gemmad, berencana melaporkan Kajari Depok, Zulkifli Lubis ke Komisi Kejaksaan. Laporan tersebut disampaikan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), setelah menemukan berbagai kasus korupsi yang tak kunjung selesai, di antaranya kasus korupsi bansosgate.

“Kami menuntut Kepala Kejaksaan Negeri Kota Depok mundur. Kamipun laporkan jaksanya ke Komisi Kejaksaan,” ungkap Kasno kepada wartawan di sela aksinya yang berlangsung di depan Kantor Kejaksaan Negeri Depok.

Terungkapnya SK Walikota yang telah mendahului rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan, Mien Hartati, perihal permintaan bantuan alat kesehatan (alkes) sebagai bantuan sosial keuangan dari APBD Jawa Barat, adalah fakta yang maha besar. “Itu patut diusut Kajari,” tegasnya.

Dalam aksinya, puluhan aktivis itu melemparkan sampah sayuran busuk, seperti tomat, kol, cabe, sawi, dan telor busuk ke area kantor kejaksaan. Lantaran Kepala Kejaksaan Zulkifli tidak muncul menemui para demonstran, mereka membakar poster dan menanam kepala kambing di tiang besi bendera Kantor Kejari.

“Kepala kambing ini sebagai simbol perlawanan masyarakat Depok terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Depok yang lembek dan jadi antek walikota. Kalau sampah, itu isyarat bahwa kami ingin menyatakan bahwa Kejari adalah tempat sampah masyarakat yang suka korupsi,” tandas Kasno.

Ia juga membantah bahwa aksinya itu ditunggangi kepentingan politik atau kandidat tertentu pesaing Nur Mahmudi. “Demi Allah, aksi ini tidak ada yang membiayai. Kami bukan suruhan kandidat. Aksi ini murni untuk menegakkan supremasi hukum dan memberangus koruptor di Kota Depok, sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudoyono,” jelas Kasno.

Di tempat terpisah, Kepala Kejari Kota Depok, Zulkifli Lubis membantah segala tudingan masyarakat itu. Ia tak main-main dalam mengungkap kasus korupsi, termasuk Bansosgate. Hanya saja, kata dia, memang ada hambatan berupa aturan dalam pemanggilan Walikota Depok. “Di sini ada hambatan yuridis yang harus kami patuhi. Kami hanya akan bertindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar