3 Calon Muncul karena Kecewa Kepemimpinan Nur
Margonda | Jurnal Depok
Kemunculan calon walikota Depok, selain Nur Mahmudi Isma’il, yang menyalonkan diri kembali di Pilwalkot Depok 2010, dinilai Ikhsan Darmawan, pengamat politik dari Puskapol Universitas Indonesia, sebagai akibat dari kekecewaan terhadap kepemimpinan mantan Menteri Kehutanan itu dalam memimpin Kota Depok.
Selain itu, kemunculan ormas dan LSM yang mendukung Nur Mahmudi Isma’il yang instan dan tidak memiliki konstituen kuat di tingkat grassroot, dinilai Ikhsan, seperti rayap yang ingin menggapai kekuasaan dengan menempel pada penguasa saat ini.
Menurut Ikhsan, kekecewaan terhadap lelaki asal Kediri itu sudah mengakar dan meluas ke berbagai lapisan masyarakat, dari tingkat elite hingga massa akar padi. ”Seperti kemunculan Pak Yuyun Wirasaputra yang menyalonkan diri menjadi calon walikota bersama Pak Pradi, itu terjadi karena selama menjabat, aspirasi dan gagasan Pak Yuyun kurang ditampung oleh Nur Mahmudi. Misalnya, Nur Mahmudi terlalu mengedepankan kelompoknya sendiri, sehingga akhirnya kekuatan politik Pak Yuyun tidak diikutkan dalam barisan Nur Mahmudi,” tutur Ikhsan kepada Jurnal Depok, Minggu (29/8).
Selain kekecewaan yang dialami Yuyun, kemunculan Gagah Sunu Sumantri sebagai calon walikota, menurut Ikhsan, berdampak dimutasinya Gagah ke Dinas Pemadam Kebakaran Kota Depok yang dipersepsikan sebagai tempat buangan orang-orang yang tidak disukai oleh Nur Mahmudi.
”Saya melihat kemunculan Gagah Sunu Sumantri adalah karena keinginan dia untuk maju menjadi walikota Depok. Tapi, karena terbaca oleh Nur Mahmudi, akhirnya dia dimutasi dari posisi yang strategis ke posisi yang tidak strategis, seperti sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran yang selama ini dikenal sebagai tempat orang-orang buangan yang tidak disukai oleh Nur Mahmudi,” jelasnya.
Sedangkan kemunculan kembali Badrul Kamal disebabkan oleh derasnya dorongan dari partai politik yang menginginkannya untuk kembali menjadi walikota Depok. ”Saya tidak melihat ada kekecewaan Badrul Kamal, setelah Pilkada Depok 2005. Justeru, saya melihat kemunculan Badrul Kamal, karena BK lebih bisa diterima oleh partai politik. Saya terkejut juga, ternyata BK mampu mengumpulkan hampir semua parpol, meskipun ada sedikit yang bocor. Itu membuktikan bahwa BK lebih bisa diterima oleh parpol di Depok,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, Ikhsan melihat ada keanehan politik di Depok, terutama pada barisan pendukung Nur Mahmudi. Menurut dia, kemunculan ormas sebagai pendukung Nur Mahmudi lebih pada keinginan ormas dan LSM untuk mendekati kekuasaan. ”Mereka itu ibarat rayap yang sedang ingin meraih kekuasaan yang diharapkannya. Misalnya, Yusuf Trilis yang sebelumnya bersuara kritis terhadap Nur Mahmudi tiba-tiba ia justeru pasang badan mendukung Nur Mahmudi,” lanjutnya.
Koalisi Kerakyatan yang saat ini dipimpin orang yang tak jelas asal-usul dan kiprah politiknya di Depok itu, ungkap Ikhsan, lebih tepat disebut Koalisi Kerayapan. ”Karena kemunculan mereka yang instan, dan belum tentu punya massa, saya kira tepat diberikan nama tersebut pada koalisi ini,” tandasnya.
Ikhsan menambahkan, selama ini massa PKS selalu mengandalkan militansi kadernya dalam bergerilya politik. ”Tapi kenapa saat ini PKS justeru menggandeng masyarakat sipil yang seharusnya bersuara kritis terhadap pemerintahan. Ini fenomena yang aneh di tubuh PKS Depok,” pungkasnya.
n Herry Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar